Skip to main content

Posts

Review: Goeboek Bamboe

Recent posts

Daftar Penerbit yang Menerima Naskah Melalui E-Mail

Bagi para penulis muda, salah satu proses krusial supaya tulisan kita bisa diterbitin dan kita berkemungkinan jadi kaya raya bergelimpangan harta adalah mengirimkan naskah ke penerbit. Sayangnya, cuma sedikit penerbit yang mau nerima naskah lewat surel. Hal ini karena para editor lebih mudah nyortir dan baca naskah kita dalam bentuk padat. Bagi kalian yang ngerasa repot harus beli tinta, nge- print-out  naskah ratusan halaman, ngejilid, masukin ke amplop, terus kirim lewat kantor pos, belum lagi ngorbanin pohon-pohon buat dijadiin kertas (ea) ini beberapa penerbit yang bersedia nerima naskah lewat e-mail; Bentang Pustaka Bentang lumayan terkenal nih, penerbit ini kalo nggak salah nerbitin bukunya Dan Brown kayak Da Vinci Code sama Angels and Demons. Kalo salah, mohon maaf, ye. Mereka juga nerima naskah lewat surel. Ada dua kategori, Bentang Pustaka buat naskah umum/dewasa, dan Bentang Belia buat naskah anak/remaja. Ketentuan-ketentuannya bisa dibaca di sini; http://pustakabentang.blogs

Review: Friends - Season 1

The One Where I Finally Got the Appeal by Kurnia Cahya Putra Friends (1994) Season: 1 Created by David Crane and Matha Kauffman Starring Courteney Cox, David Schwimmer, Matt LeBlanc, Matthew Perry, Jennifer Aniston, and Lisa Kudrow OK, it's been a really long time since I've blogged and tonight I just feel like it. I'm still on my holiday now. The weather outside my window is not very... pretty. It's raining, and there's wind coming in. A lot of wind. Well, I love that, actually. I've always been a big fan of rain and this holiday has a lot of them. And when I mean a lot, it's every day. So I'm a pretty happy camper. I didn't do much. I'm trying to be as productive as possible. I've sent my manuscript to a publisher, I'm working on a new one and I'm not gonna kid you, it is so frickin' hard to do. Anyway, I got hooked on this incredible show! It's... drum-roll, please... FRIENDS ! Yeah, I know. Where were you thousands of year

Stereotypes

Pernah satu pagi gua masuk ke sekolah, naruh tas terus gabung ngobrol sama temen-temen gua. Ada rumor yang bilang kalo Ahmad Dhani itu seorang Yahudi. Mereka nunjukkin berbagai 'bukti' kayak lambang panggung, atribut dan segala macamnya. Gua duduk dan mikir, 'terus kenapa?' ini masalahnya; gua nggak ngerti kenapa itu jadi masalah. Kalo Ahmad Dhani itu Yahudi, terus sekali lagi, secara harfiah, kenapa ? Dia nggak kentut di depan orang lansia karena nikmatin ekspresi mereka waktu menderita, ngerampok bank bareng Jesse Eisenberg atau ngelakuin sesuatu yang ngerugiin orang lain. Gua nggak bilang kalo rumor tentang dia sebagai Yahudi itu bener, tapi selama dia nggak nyakitin orang lain, kenapa itu jadi masalah? Apa semua pria bersorban make rompi bom waktu di balik gamis mereka? Apa semua orang kulit hitam nodongin pistol dan jualan kokain? Apa semua orang Jerman muja-muja Hitler? Nggak. Gua muslim, dan gua benci waktu Islam diasosiasikan sama terorisme. Terus kenapa ngelaku

Kertas Putih

Gua takut sama masa depan. Gua belum siap. Gua belum siap jadi orang dewasa. Gua nggak ngerti gimana orang lain ngelaluin ini. Apa gua terlalu banyak mikir? Jelas banget nggak soalnya gua dapet nilai jelek di banyak pelajaran. Jadi apa yang salah sama gua? Kenapa orang lain kayaknya gampang banget ngelewatin masa ini? Masa yang orang lain labelin 'transisi' sedangkan gua 'neraka'. Gua nggak mau ngerti banyak hal. Gua nggak minta ngerti banyak hal. Gua suka pikiran naif gua. Gua suka pendapat-pendapat polos gua. Ngeharepin yang terbaik dari semua orang. Berpendapat nggak ada satu pun manusia yang punya niatan jahat. Tapi semakin ke sini, semuanya malahan semakin bertolak belakang, dan gamblang. Kenapa ada anak yang pengen banget dipandang baik sama guru? Kenapa kita harus ngejelekin orang lain supaya dianggep lucu sama orang-orang? Kenapa kita harus pura-pura kalo hal-hal yang di luar jangkauan kita itu sesuatu yang murah? Kenapa gua egois? Kenapa pikiran tentang orang l

Who Am I? I'm Spider-Man!

Gua natap layar laptop yang nampilin episode premiere dari season dua New Girl, bingung mau nulis atau nggak. Tapi gua butuh buat ngeluarin semua ini ke permukaan, gua pengen ngerasain sedikit sense dari kelegaan walaupun cuma sebentar dan dalam kuantitas minim doang. Gua ngerasa kosong. Blank . Gua nggak akan nulis gua bangun di pagi hari dan natap cermin terus nggak ngenalin siapa yang ada di pantulannya karena bukan itu yang terjadi, tapi gua emang ngalamin sesuatu yang gua sebut krisis identitas. Gua nggak tau gua siapa. Yes , gua adalah anak lembek umur 17 yang kecanduan nonton film, tapi bukan itu yang gua maksud. Semua hal itu cuma bagian superficial -nya aja. Sesuatu yang jelas di permukaan, yang semua orang lain tau. Tapi ‘gua’ dalam arti sebenarnya, itu issue yang masih belum bisa gua selesain. Kalo gua ngelamar kerja dan dikasih formulir yang bertuliskan ‘jelasin diri kamu sendiri,’ nggak bakalan ada kata yang berhasil gua toreh selain ‘ganteng’ atau ‘Han Solo.’ Dan gua ras

Krisis

Hari lainnya di mana gua duduk di atas kasur, nunduk ngeliat mama main Zuma Deluxe, nungguin giliran make notebook. Mata gua mulai nerawang, pikiran gua mulai ke mana-mana, cuma karena gua ngelamun ngeliat kodok jelek muntahin bola empat warna ke segala arah. Gua mulai mikir… gua nggak tau apa yang gua pikirin. Film Chronicle yang baru selesai gua tonton beberapa menit lalu, gimana seandainya hidup berjalan sesuai yang gua pengen, gimana nanti jadinya film Ariiq, segala macam tetek bengek nggak penting ngelewatin pikiran gua begitu aja seolah-olah gua lagi duduk di kelas Filosofi. Gua udah bukan anak kecil lagi. Sekitar tiga bulanan lagi umur gua 17. Gua benci. Hal paling nggak enak dari menjadi seorang remaja adalah kemampuan baru buat ngeliat dunia dari sudut pandang beda. Kali ini gua mulai ngerti apa yang terjadi di sekitar gua. Dan dengan seluruh pengetahuan dan sudut pandang baru ini bikin gua mempertanyakan begitu banyak hal yang gua nggak bener-bener pahamin. Banyak… secara har